A. Pendahuluan
Kegiatan menyusun rencana pembelajaran merupakan
salah satu tugas penting guru dalam memproses pembelajaran siswa. Dalam
perspektif kebijakan pendidikan nasional yang dituangkan dalam Permendiknas RI
No. 52 Tahun 2008 tentang Standar Proses disebutkan bahwa salah satu komponen
dalam penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yaitu adanya tujuan
pembelajaran yang di dalamnya menggambarkan proses dan hasil belajar yang
diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.
Agar proses pembelajaran dapat
terkonsepsikan dengan baik, maka seorang guru dituntut untuk mampu menyusun dan
merumuskan tujuan pembelajaran secara jelas dan tegas. Oleh karena itu, melalui
tulisan yang sederhana ini akan dikemukakan secara singkat tentang apa dan
bagaimana merumuskan tujuan pembelajaran. Dengan harapan dapat memberikan
pemahaman kepada para guru dan calon guru agar dapat merumuskan tujuan
pembelajaran secara tegas dan jelas dari mata pelajaran yang menjadi tanggung
jawabnya..
B. Apa Tujuan Pembelajaran itu?
Salah satu sumbangan terbesar dari aliran
psikologi behaviorisme terhadap pembelajaran bahwa pembelajaran seyogyanya
memiliki tujuan. Gagasan perlunya tujuan dalam pembelajaran pertama kali
dikemukakan oleh B.F. Skinner pada tahun 1950. Kemudian diikuti oleh Robert
Mager pada tahun 1962 yang dituangkan dalam bukunya yang berjudul Preparing
Instruction Objective. Sejak pada tahun 1970 hingga sekarang
penerapannya semakin meluas hampir di seluruh lembaga pendidikan di
dunia, termasuk di Indonesia.
Merujuk pada tulisan Hamzah B. Uno (2008) berikut
ini dikemukakan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli. Robert F.
Mager (1962) mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran adalah perilaku yang hendak
dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat
kompetensi tertentu. Kemp (1977) dan David E. Kapel (1981) menyebutkan
bahwa tujuan pembelajaran suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam
perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk
menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Henry Ellington (1984) bahwa
tujuan pembelajaran adalah pernyataan yang diharapkan dapat dicapai sebagai
hasil belajar. Sementara itu, Oemar Hamalik (2005) menyebutkan bahwa tujuan
pembelajaran adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan
tercapai oleh siswa setelah berlangsung pembelajaran .
Meski para ahli memberikan rumusan tujuan
pembelajaran yang beragam, tetapi semuanya menunjuk pada esensi yang sama,
bahwa : (1) tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku atau
kompetensi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran; (2) tujuan
dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau deskripsi yang spesifik. Yang
menarik untuk digarisbawahi yaitu dari pemikiran Kemp dan David E. Kapel
bahwa perumusan tujuan pembelajaran harus diwujudkan dalam bentuk tertulis. Hal
ini mengandung implikasi bahwa setiap perencanaan pembelajaran seyogyanya
dibuat secara tertulis (written plan).
Upaya merumuskan tujuan pembelajaran dapat
memberikan manfaat tertentu, baik bagi guru maupun siswa. Nana Syaodih
Sukmadinata (2002) mengidentifikasi 4 (empat) manfaat dari tujuan pembelajaran,
yaitu: (1) memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar mengajar
kepada siswa, sehingga siswa dapat melakukan perbuatan belajarnya secara
lebih mandiri; (2) memudahkan guru memilih dan menyusun bahan ajar; (3)
membantu memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media pembelajaran;
(4) memudahkan guru mengadakan penilaian.
Dalam Permendiknas RI No. 52 Tahun 2008 tentang
Standar Proses disebutkan bahwa tujuan pembelajaran memberikan petunjuk untuk
memilih isi mata pelajaran, menata urutan topik-topik, mengalokasikan waktu,
petunjuk dalam memilih alat-alat bantu pengajaran dan prosedur pengajaran,
serta menyediakan ukuran (standar) untuk mengukur prestasi belajar siswa.
B . Bagaimana Merumuskan Tujuan
Pembelajaran?
Seiring dengan pergeseran teori dan cara pandang
dalam pembelajaran, saat ini telah terjadi pergeseran dalam perumusan tujuan
pembelajaran. W. James Popham dan Eva L. Baker (2005) mengemukakan pada masa
lampau guru diharuskan menuliskan tujuan pembelajarannya dalam bentuk bahan
yang akan dibahas dalam pelajaran, dengan menguraikan topik-topik atau
konsep-konsep yang akan dibahas selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran.
Tujuan pembelajaran pada masa lalu ini tampak lebih mengutamakan pada
pentingnya penguasaan bahan bagi siswa dan pada umumnya yang dikembangkan
melalui pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher-centered).
Namun seiring dengan pergeseran teori dan cara pandang dalam pembelajaran,
tujuan pembelajaran yang semula lebih memusatkan pada penguasaan bahan,
selanjutnya bergeser menjadi penguasaan kemampuan siswa atau biasa dikenal
dengan sebutan penguasaan kompetensi atau performansi. Dalam praktik pendidikan
di Indonesia, pergeseran tujuan pembelajaran ini terasa lebih mengemuka
sejalan dengan munculnya gagasan penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Selanjutnya, W. James Popham dan Eva L. Baker
(2005) menegaskan bahwa seorang guru profesional harus merumuskan tujuan
pembelajarannya dalam bentuk perilaku siswa yang dapat diukur yaitu menunjukkan
apa yang dapat dilakukan oleh siswa tersebut sesudah mengikuti pelajaran.
Berbicara tentang perilaku siswa sebagai tujuan
belajar, saat ini para ahli pada umumnya sepakat untuk menggunakan pemikiran
dari Bloom (Gulo, 2005) sebagai tujuan pembelajaran. Bloom mengklasifikasikan
perilaku individu ke dalam tiga ranah atau kawasan, yaitu: (1) kawasan kognitif
yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek intelektual atau berfikir/nalar, di
dakamnya mencakup: pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension),
penerapan (application), penguraian (analysis), memadukan (synthesis),
dan penilaian (evaluation); (2) kawasan afektif yaitu kawasan yang
berkaitan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan
terhadap moral dan sebagainya, di dalamnya mencakup: penerimaan (receiving/attending),
sambutan (responding), penilaian (valuing), pengorganisasian
(organization), dan karakterisasi (characterization); dan (3)
kawasan psikomotor yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan
yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular system)
dan fungsi psikis. Kawasan ini terdiri dari : kesiapan (set), peniruan
(imitation, membiasakan (habitual), menyesuaikan (adaptation)
dan menciptakan (origination). Taksonomi ini merupakan kriteria
yang dapat digunakan oleh guru untuk mengevaluasi mutu dan efektivitas
pembelajarannya.
Dalam sebuah perencanaan pembelajaran tertulis (written
plan/RPP), untuk merumuskan tujuan pembelajaran tidak dapat dilakukan
secara sembarangan, tetapi harus memenuhi beberapa kaidah atau kriteria
tertentu. W. James Popham dan Eva L. Baker (2005) menyarankan dua
kriteria yang harus dipenuhi dalam memilih tujuan pembelajaran, yaitu: (1) preferensi
nilai guru yaitu cara pandang dan keyakinan guru mengenai apa yang penting
dan seharusnya diajarkan kepada siswa serta bagaimana cara membelajarkannya;
dan (2) analisis taksonomi perilaku sebagaimana dikemukakan oleh
Bloom di atas. Dengan menganalisis taksonomi perilaku ini, guru akan dapat
menentukan dan menitikberatkan bentuk dan jenis pembelajaran yang akan
dikembangkan, apakah seorang guru hendak menitikberatkan pada pembelajaran
kognitif, afektif ataukah psikomotor.
Menurut Oemar Hamalik (2005) bahwa
komponen-komponen yang harus terkandung dalam tujuan pembelajaran, yaitu (1) perilaku
terminal, (2) kondisi-kondisi dan (3) standar ukuran. Hal senada dikemukakan
Mager (Hamzah B. Uno, 2008) bahwa tujuan pembelajaran sebaiknya mencakup tiga
komponen utama, yaitu: (1) menyatakan apa yang seharusnya dapat dikerjakan
siswa selama belajar dan kemampuan apa yang harus dikuasainya pada akhir
pelajaran; (2) perlu dinyatakan kondisi dan hambatan yang ada pada saat
mendemonstrasikan perilaku tersebut; dan (3) perlu ada petunjuk yang jelas
tentang standar penampilan minimum yang dapat diterima.
Berkenaan dengan perumusan tujuan performansi,
Dick dan Carey (Hamzah Uno, 2008) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran terdiri
atas: (1) tujuan harus menguraikan apa yang akan dapat dikerjakan atau
diperbuat oleh anak didik; (2) menyebutkan tujuan, memberikan kondisi atau
keadaan yang menjadi syarat yang hadir pada waktu anak didik berbuat; dan
(3) menyebutkan kriteria yang digunakan untuk menilai unjuk perbuatan
anak didik yang dimaksudkan pada tujuan
Telah dikemukakan di atas bahwa tujuan
pembelajaran harus dirumuskan secara jelas. Dalam hal ini Hamzah B. Uno (2008)
menekankan pentingnya penguasaan guru tentang tata bahasa, karena dari rumusan
tujuan pembelajaran itulah dapat tergambarkan konsep dan proses berfikir guru
yang bersangkutan dalam menuangkan idenya tentang pembelajaran.
Pada bagian lain, Hamzah B. Uno (2008)
mengemukakan tentang teknis penyusunan tujuan pembelajaran dalam format ABCD.
A=Audience (petatar, siswa, mahasiswa, murid dan
sasaran didik lainnya), B=Behavior (perilaku yang
dapat diamati sebagai hasil belajar), C=Condition
(persyaratan yang perlu dipenuhi agar perilaku yang diharapkan dapat tercapai,
dan D=Degree (tingkat penampilan yang dapat diterima)
C. Simpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik simpulan
sebagai berikut:
- Seorang guru dalam merencanakan pembelajaran dituntut untuk dapat merumuskan tujuan pembelajaran secara tegas dan jelas.
- Perumusan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu bagi guru maupun siswa
- Saat ini telah terjadi pergeseran dalam merumuskan tujuan pembelajaran dari penguasaan bahan ke penguasan performansi.
- Tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan.
- Tujuan pembelajaran seyogyanya dirumuskan secara jelas, yang didalamnya mencakup komponen: Audience, Behavior, Condition dan Degree
Tidak ada komentar:
Posting Komentar