Kerajaan Siak
Sri Indrapura didirikan pada tahun 1723 M oleh Raja Kecil yang bergelar Sultan
Abdul Jalil Rahmat Syah putera Raja Johor (Sultan Mahmud Syah) dengan istrinya
Encik Pong, dengan pusat kerajaan berada di Buantan. Konon nama Siak berasal
dari nama sejenis tumbuh-tumbuhan yaitu siak-siak yang banyak terdapat di situ.
Sebelum
kerajaan Siak berdiri, daerah Siak berada dibawah kekuasaan Johor. Yang
memerintah dan mengawasi daerah ini adalah raja yang ditunjuk dan di angkat oleh
Sultan Johor. Namun hampir 100 tahun daerah ini tidak ada yang memerintah.
Daerah ini diawasi oleh Syahbandar yang ditunjuk untuk memungut cukai hasil
hutan dan hasil laut.
Pada awal
tahun 1699 Sultan Kerajaan Johor bergelar Sultan Mahmud Syah II mangkat dibunuh
Magat Sri Rama, istrinya yang bernama Encik Pong pada waktu itu sedang hamil
dilarikan ke Singapura, terus ke Jambi. Dalam perjalanan itu lahirlah Raja
Kecil dan kemudian dibesarkan di Kerajaan Pagaruyung Minangkabau.
Sementara itu
pucuk pimpinan Kerajaan Johor diduduki oleh Datuk Bendahara tun Habib yang
bergelar Sultan Abdul Jalil Riayat Syah.
Setelah Raja
Kecil dewasa, pada tahun 1717 Raja Kecil berhasil merebut tahta Johor. Tetapi
tahun 1722 Kerajaan Johor tersebut direbut kembali oleh Tengku Sulaiman ipar
Raja Kecil yang merupakan putera Sultan Abdul Jalil Riayat Syah.
Dalam merebut
Kerajaan Johor ini, Tengku Sulaiman dibantu oleh beberapa bangsawan Bugis.
Terjadilah perang saudara yang mengakibatkan kerugian yang cukup besar pada
kedua belah pihak, maka akhirnya masing-masing pihak mengundurkan diri. Pihak
Johor mengundurkan diri ke Pahang, dan Raja Kecil mengundurkan diri ke Bintan
dan seterusnya mendirikan negeri baru di pinggir Sungai Buantan (anak Sungai
Siak). Demikianlah awal berdirinya kerajaan Siak di Buantan.
Namun, pusat
Kerajaan Siak tidak menetap di Buantan. Pusat kerajaan kemudian selalu
berpindah-pindah dari kota
Buantan pindah ke Mempura, pindah kemudian ke Senapelan Pekanbaru dan kembali
lagi ke Mempura. Semasa pemerintahan Sultan Ismail dengan Sultan Assyaidis
Syarif Ismail Jalil Jalaluddin (1827-1864) pusat Kerajaan Siak dipindahkan ke kota Siak Sri Indrapura
dan akhirnya menetap disana sampai akhirnya masa pemerintahan Sultan Siak
terakhir.
Pada masa
Sultan ke-11 yaitu Sultan Assayaidis Syarief Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin yang
memerintah pada tahun 1889 – 1908, dibangunlah istana yang megah terletak di kota Siak dan istana ini
diberi nama Istana Asseraiyah Hasyimiah yang dibangun pada tahun 1889.
Pada masa
pemerintahan Sultan Syarif Hasyim ini Siak mengalami kemajuan terutama dibidang
ekonomi. Dan masa itu pula beliau berkesempatan melawat ke Eropa yaitu Jerman
dan Belanda.
Setelah
wafat, beliau digantikan oleh putranya yang masih kecil dan sedang bersekolah
di Batavia yaitu Tengku Sulung Syarif Kasim dan baru pada tahun 1915 beliau
ditabalkan sebagai Sultan Siak ke-12 dengan gelar Assayaidis Syarif Kasim Abdul
Jalil Syaifuddin dan terakhir terkenal dengan nama Sultan Syarif Kasim Tsani
(Sultan Syarif Kasim II).
Bersamaan
dengan diproklamirkannya Kemerdekaan Republik Indonesia, beliau pun mengibarkan
bendera merah putih di Istana Siak dan tak lama kemudian beliau berangkat ke
Jawa menemui Bung Karno dan menyatakan bergabung dengan Republik Indonesia
sambil menyerahkan Mahkota Kerajaan serta uang sebesar Sepuluh Ribu Gulden.
Dan sejak itu
beliau meninggalkan Siak dan bermukim di Jakarta.
Baru pada tahun 1960 kembali ke Siak dan mangkat di Rumbai pada tahun 1968.
Beliau tidak
meninggalkan keturunan baik dari Permaisuri Pertama Tengku Agung maupun dari
Permaisuri Kedua Tengku Maharatu.
Pada tahun
1997 Sultan Syarif Kasim II mendapat gelar Kehormatan Kepahlawanan sebagai
seorang Pahlawan Nasional Republik Indonesia.
Diawal
Pemerintahan Republik Indonesia,
Kabupaten Siak ini merupakan Wilayah Kewedanan Siak di bawah Kabupaten
Bengkalis yang kemudian berubah status menjadi Kecamatan Siak. Barulah pada
tahun 1999 berubah menjadi Kabupaten Siak dengan ibukotanya Siak Sri Indrapura.
SEJARAH
KEPULAUAN RIAU
Sejarah Riau sebelum kemerdekaan lebih
diwarnai riwayat kerajaan Melayu Islam, dengan kerajaan terbesarnya Kerajaan
Siak Sri Indrapura. Kerajaan yang berpusat di Kabupaten Siak ini didirikan oleh
Sultan Abdul Jalil Rakhmad Syah pada tahun 1725. Sultan pertama ini meninggal pada
tahun 1746 dan kemudian diberi gelar Marhum Buantan. Sepeninggal Marhum Buantan
tercatat ada sebelas sultan yang pernah bertahta di Kerajaan Siak Sri
Indrapura, yaitu:
- Sultan
Abdul Jalil Muzaffar Syah (1746-1765). Dengan memerintah selama leb kurang 19
tahun, Sultan kedua ini berhasil membangun Kerajaan Siak Sri lndrapura menjadi
kokoh dan kuat.
- Sultan
Abdul Jalil Jalaluddin Syah (1765-1766). Nama aslinya Tengku Ismail, hanya
sempat memerintah selama setahun. Masa pemerintahannya datanglah serangan
Belanda yang memanfaatkan Tengku Alam (selanjutnya menjadi Sultan ke empat)
sebagai perisai. Sultan Abdul Jalil kemudian gugur dan digelari Marhum Mangkat
di Balai.
- Sultan
Abdul Jalil Alamuddin Syah (1766-1780). Sepeninggal Marhum Mangkat di Bali,
Tengku Alam menduduki tahta kerajaan dengan gelar Sultan Abdul Jalil Alamuddin
Syah. Meninggal pada tahun 1780 dengan gelar Marhum Bukit.
-
Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muzzam Syah(1780-1782). Pada masa
pemerintahannya Kerajaan Siak berkedudukan di Senapelan atau Pekanbaru
sekarang. Beliau pula yang merupakan pendiri kota' Pekanbaru, sehingga setelah meninggal
pada tahun 1782 digelari Marhum Pekan.
-
Sultan Yahya Abdul Jalil Muzaffar Syah (1782-1784). Seperti sultan sebelumnya,
Sultan Yahya juga hanya sempat 2 tahun memerintah. Meninggal pada tahun 1784
dan digelari Marhum Mangkat di Dungun.
- Sultan
Assayaidis Syarif Ali Abdul Jalil Syaifuddin Baalawi (1784-1810). Sultan
ketujuh ini merupakan Sultan Siakpertama yang berdarah Arab dan bergelar Sayed
Syarif Pada masa pemerintahannya Kerajaan Siak mencapai puncak kejayaannya.
Meninggal pada tahun 1810 dan digelari Marhum Kota Tinggi.
-
Sultan Assayaidis Syarif Ibrahim Abdul Jalil Khaliluddin (1810-1815). Sultan
yang bernama asli Ibrahim ini meninggal pada tahun 1815 kemudian digelari
dengan Marhum Mempura Kecil.
- Sultan
Assayaidis Syarif Ismail Abdul Jalil Jalaluddin (1815-1854). Nama aslinya
tengku Sayed Ismail dan setelah meninggal digelari Marhum Indrapura.
- Sultan
Assayaidis Syarif Kasyim Abdul Jalil Syaifuddin (Syarif Kasyim 1,1864-1889).
Meninggal tahun 1889, dan digelari Marhum Mahkota.
- Sultan
Assayaidis Syarif Hasyim Abdul Jalil Muzaffar Syah (1889-1908). Atas jasa dan
usaha Sultan inilah pembangunan gedung-gedung yang kini menjadi peninggalan
Kerajaan Siak. Meninggal pada tahun 1908 dan digelari Marhum Baginda.
- Sultan
Assayaidis Syarif Kasyim Abdul Jalil Syaifuddin (Syarif Kasim II, 1915-1949).
Sultan yang bernama asli Tengku Sulong ini baru naik tahta setelah 7 tahun
ayahandanya Sultan Hasyim meninggal, sekaligus menjadi sultan terakhir Kerajaan
Siak Indrapura. Karena pada bulan Nopember 1945, Sultan Syarif Kasim II
mengirim kawat kepada Presiden Republik Indonesia
yang menyatakan kesetiaannya kepada Pemerintah Republik Indonesia.
Tidak hanya itu, Sultan juga menyerahkan harta bendanya untuk perjuangan
kemerdekaan Republik Indonesia.
SEJARAH BUGIS DI TANAH MELAYU
Raja Haji
[sunting] Raja-raja Melayu dan orang Bugis Luwok
Sultan Abdul Jalil Rahmat Shah Tengku Kecil Shah yang memerintah Johor Riau-Lingga sabagai Raja
Kerajaannya, mendirikan pusat pemerintahan Raja Kerajaan Johor-Riau di Siak, Sumatera pada tahun 1718. Maka, Sultan
Sulaiman I, Raja Kerajaan Bendahara 2 Johor-Riau, menggunakan orang-orang Bugis dari Luwok, Makassar kecil,
yang berkampung di Kelang
untuk mendapat balik kerajaan Johor-Riau dari Sultan a Jalil Rahmat Tengku
Kecil Shah.
Sebaik sahaja orang Bugis menerima persetujuan dari Sultan Sulaiman I,
angkatan Bugis Luwok terus datang dengan tujuh buah kapal menuju ke pusat
kerajaan Johor-Riau di Riau untuk menyerang. Kerajaan Johor-Riau alah di dalam
peperangan ini dalam tahun Hijrah 1134. Sebagai upahan, Sultan Sulaiman I
bersetuju untuk melantik seorang Bugis Luwok menjadi Yang Di-Pertuan Muda di
Riau, bagi mempertahankan agama dan kerajaan Johor, Riau dan Lingga diserang
dari luar dan dalam.
Setelah Riau berjaya ditawan, orang-orang Bugis Luwok balik ke Kelang untuk
mengumpulkan orang Bugis untuk menyerang kerajaan Johor-Riau yang telah dapat
menawan Riau kembali dari Sultan Sulaiman 1; raja bendahara-bendahara. Sebaik
sahaja mendapat tahu penawanan Riau oleh Raja Kerajaan Johor-Riau-Lingga, Bugis
Luwok, dengan 30 buah kapal, menuju ke Riau untuk berperang sekali lagi. Di
dalam perjalanan, mereka menawan Linggi, sebuah daerah di Negeri
Sembilan yang ketika itu dibawah kuasa kerajaan Johor-Riau-Lingga. Setelah
mendapat tahu tentang penaklukan itu, pasukan raja kerajaan Johor-Riau-Lingga
segera ke Linggi untuk menyerang balas.
Pihak Bugis Luwok telah berpecah dimana 20 buah daripada kapal meneruskan
perjalanan menuju ke Riau dan diketuai oleh tiga orang daripada mereka. Sultan
Sulaiman I telah datang dari Terengganu dan turut serta memberi bantuan untuk menawan
semula Riau. Dalam peperangan ini, mereka telah berjaya merampas kembali tapak
kerajaan Johor-Riau di Riau dimana kemudiannya Sultan Sulaiman I mendirikan
kerajaan baru Johor-Riau.
Setelah mengetahui penawanan tapak kerajaan Johor-Riau di Riau, Sultan A
Jalil Rahmat Tengku Kecil Shah, raja kerajaan Johor-Riau-Lingga kembali ke Siak
kerana baginda juga telah gagal menawan semula Linggi dari tangan Sultan
Sulaiman I. Pada tahun 1729, Bugis Luwok sekali lagi menyerang raja kerajaan
Johor-Riau-Lingga di Siak ketika Raja Kecil ingin memindahkan alat kebesaran
Diraja Johor-Riau-Lingga (sebuah meriam) ke Siak. Setelah mengambil semula
kebesaran Diraja tersebut, Sultan Sulaiman I kemudiannya naik takhta
Johor-Riau-Lingga sebagai Sultan Johor dengan membawa gelaran "Sultan
Sulaiman Badrul Alam Shah" yang memerintah Johor, Riau, dan Lingga.
Sultan Sulaiman telah melantik Daeng Marewah sebagai Yamtuan Muda Riau
pertama dari Sapuloh. Kemudian adik perempuannya, Tengku Tengah, pula
dikahwinkan dengan Daeng Parani yang mana suaminya telah mangkat di Kedah semasa
menyerang raja kerajaan Johor-Riau Sultan A Jalil Rahmat Raja Kecil Shah
disana. Seorang lagi adik Sultan Sulaiman Tengku Mandak dikahwinkan dengan
Daeng Chelak (1722-1760).
Dalam tahun 1730-an, seorang Bugis bernama Daeng Mateko yang berbaik dengan
raja kerajaan Siak mengacau ketenteraman Kelang; negeri Melayu yang diserahkan
kapada orang Bugis Luwok sabagai upah membantu Sultan Sulaiman I mendapat
kembali kerajaan Johor-Riau-Lingga. Ini menjadikan Daeng Chelak datang ke Kuala
Selangor dengan angkatan perang dari Riau. Daeng Mateko dapat dikalahkan
dan kemudiannya beliau lari ke Siak. Semenjak itu, Daeng Chelak sentiasa
berulang-alik dari Riau ke Kuala Selangor.
Ketika Daeng Chelak berada di Kuala Selangor penduduk Kuala Selangor
memohon kepada beliau supaya terus menetap di situ sahaja. Walau bagaimanapun,
Daeng Chelak telah menamakan salah seorang daripada puteranya, iaitu Raja Lumu,
datang ke Kuala Selangor. Waktu inilah datang rombongan anak buahnya dari Riau
memanggil Daeng Chelak pulang ke Riau dan mangkat dalam tahun 1745.
[sunting] Raja Lumu (1742-1778)
Tuhfat alNafis
Daeng Lumu adalah punca kerajaan awal di Kuala Selangor. Daeng Lumu
dilantik menjadi Yang DiPertuan Kelang pertama, dan Daeng Loklok dilantik
menjadi Datuk Maharaja Lela.
Sultan Iskander Zulkernain (1752-1765), Raja Kerajaan Perak ke-15 pun
menyambut utusan dari Daeng Lumu di Kuala Bernam sebagai pertemuan dengan baginda.
Ketibaan Daeng Lumu disambut dengan penuh istiadat raja. Setelah semua ujian
itu tidak mendatangkan apa-apa bencana terhadap Daeng Lumu, baginda Sultan
Iskander Zulkernain pun mengesahkan perlantikan tersebut; setelah Sultan
Sulaiman I, Raja Kerajaan Johor-Riau-Lingga menolak permohonan Bugis Luwok
Diraja sabagai Raja Kelang. Pertabalan penuh sejarah itu dilakukan di Pulau
Pangkor dalam tahun 1756.
Selesai sahaja pertabalan, Raja Lumu pulang ke Kuala Selangor.
Itulah Raja Selangor yang pertama bersemayam di atas Bukit Selangor yang
dikenal dengan nama "Bukit Malawati". Menurut Tuffatul
al Nafis karangan Almarhum Raja Ali Al Haji, Riau, disitu ketika Tengku
Raja Selangor (Raja Lumu) pergi bermain ke Pulau
Pangkor, Raja Lumu dijemput oleh Yang DiPertuan Perak untuk mengadap.
Kemudian Raja Lumu pun berangkat pulang ke Kuala
Selangor.
Kemangkatan Raja Lumu meninggalkan empat orang anak, iaitu Raja Ibrahim,
Raja Nala, Raja Punuh dan Raja Sharifah. Baginda juga telah melantik seorang
Bugis bernama Daeng Loklok bergelar Datuk Maharaja Lela Husain. Seorang
daripada anak perempuannya bernama Cik Long Halijah berkahwin dengan Raja
Ibrahim, putera Raja Lumu dan juga Raja Selangor Kedua.
Raja Lumu mangkat dan dikebumikan di atas Bukit Selangor dan dinamakan "Marhum
Salleh". Baginda memerintah kerajaan Daeng Lumu adalah punca kerajaan awal
di Kuala Selangor. Daeng Lumu dilantik menjadi Yang DiPertuan Kelang Pertama,
Daeng Loklok dilantik menjadi Datuk Maharaja Lela.
Kemangkatan Raja Lumu meninggalkan empat orang anak, iaitu Raja Ibrahim,
Raja Nala, Raja Punuh dan Raja Sharifah. Baginda juga telah melantik seorang
Bugis bernama Daeng Loklok bergelar "Datuk Maharaja Lela Husain".
Seorang daripada anak perempuannya bernama Cik Long Halijah berkahwin dengan
Raja Ibrahim, putera Raja Lumu dan juga Raja Selangor kedua. Raja Lumu mangkat
dan dikebumikan di atas Bukit Selangor dan dinamakan "Marhum Salleh".
Baginda memerintah dari tahun 1743 (1756) hingga 1778.
[sunting] Sultan Ibrahim (1778-1826)
Raja Ibrahim, putera sulung Sultan Salehuddin, dilantik menjadi Sultan
Selangor kedua, adiknya Raja Nala dilantik menjadi Raja Muda dan dua orang yang
lain menjadi Orang Besar bergelar di Selangor. Sultan Ibrahim dianggap seorang
sultan yang berani berhati waja di samping mempunyai pengalaman yang melalui
percampurannya semasa dari kanak-kanak lagi.
Bunga peperangan dan perang kecil sentiasa berlaku antara orang Bugis dengan
orang Belanda sejak tahun 1740-an lagi. Api ini terus menyala selepas 14
Januari, 1784. Peperangan inilah yang mengakibatkan mangkatnya Raja Haji oleh Belanda,
kemudiannya dimakamkan di Teluk Ketapang digelar "Marhum Ketapang".
Kemangkatan Raja Haji menimbulkan kemarahan Sultan Ibrahim menyebabkan Selangor
terlibat secara langsung dari persengkitaan antara Belanda dengan Johor itu.
Sebagai persiapan berjaga-jaga dari serangan Belanda terhadap Selangor, Sultan
Ibrahim telah membina dua buah kota. Kota batu atas Bukit Selangor dan kota
tanah di atas Bukit Tanjung.
Sangkaan ini tepat, pada 2 Ogos 1784, Belanda meyerang dan menakluki
kedua-duanya kota tadi. Sultan Ibrahim dengan orang-orangnya lari ke Ulu Selangor, lalu ke Pahang menemui
Bendahara Ab. Majid meminta bantuan.
Diperolehi daripada "http://ms.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Bugis_Di_Tanah_Melayu"
Kabupaten Siak
Istana
Kerajaan Siak adalah sebuah kerajaan Melayu Islam yang terbesar di
Daerah Riau, mencapai masa jayanya pada abad ke 16 sampai abad ke 20. Dalam
silsilah Sultan-sultan Kerajaan Siak Sri Indrapura dimulai pada tahun 1725
dengan 12 sultan yang pernah bertahta. Kini, sebagai bukti sejarah atas
kebesaran kerajaan Melayu Islam di Daerah Riau, dapat kita lihat peninggalan
kerajaan berupa kompleks Istana Kerajaan Siak yang dibangun oleh Sultan
Assyaidis Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin pada tahun 1889 dengan nama
ASSIRAYATUL HASYIMIAH lengkap dengan peralatan kerajaan. Sekarang Istana
Kerajaan Siak Sri Indrapura dijadikan tempat penyimpanan benda-benda koleksi
kerajaan antara lain : Kursi Singgasana kerajaan yang berbalut (sepuh) emas,
Duplikat Mahkota Kerajaan, Brankas Kerajaan, Payung Kerajaan, Tombak
Kerajaan, Komet sebagai barang langka dan menurut cerita hanya ada dua di
dunia dan lain-lain. Di samping Istana kerajaan terdapat pula istana
peraduan.
Masjid
Sultan (Masjid Raya) terletak sekitar 500 m di depan Istana Siak,
dengan bentuk yang khas dan unik. Di dalamnya terdapat sebuah mimbar yang
terbuat dari kayu berukir indah bermotifkan daun, sulur dan bunga. Di sebelah
barat mesjid ini terdapat pemakaman Sultan Syarif Kasim beserta permaisuri
dan istrinya yang selalu diziarahi oleh pengagumnya.
Makam
Marhum Buantan. Pendiri Kerajaan Siak adalah Sultan Abdul Djalil
Rakhmadsyah bergelar Raja Kecil dengan pusat kerajaan di Buantan. Beliau
gigih berjuang membela kehormatan dalam merebut kembali kekuasaan ayahandanya
di Johor yang kemudian dapat di perolehnya kembali. Beliau mangkat pada tahun
1746 dimakamkan di Buantan dan bergelar Marhum Buantan. Makamnya sampai saat
ini dapat dikunjungi dengan berkendaraan air dari Siak Sri Indrapura selama
15 menit mengendarai speedboat 25 pk.
Balai
Kerapatan Tinggi terletak dipinggir sungai Siak berhadapan dengan
muara sungai Mempura terletak bangunan Gedung Balai Kerapatan Tinggi dengan
arsitek khas dengan dua arah pintu masuk yaitu dari sungai dan dari darat
(jalan raya). Bangunan ini dipergunakan untuk sidang perkara dan juga
berfungsi sebagai tempat pertabalan Sultan. Gedung ini memiliki tiga tangga
untuk naik ke lantai atas (lantai 2), dimana sidang selalu dlaksanakan.
Tangga utama menghadap ke sungai sedangkan yang lain ke timur, gedung terbuat
dari besi berbentuk spiral dan yang satunya lagi terbuat dari kayu dan
terletak di sebelah barat gedung. Jika suatu perkara sudah dilakukan dan
hukuman dijatuhkan, maka bagi yang kalah akan turun ke lantai dasar dengan
menggunakan tangga kayu dan langsung menuju Djil (penjara) yang terletak
tidak jauh dari situ. Sedangkan bagi yang menang turun melalui tangga besi
dan langsung ke jalan raya. Pada saat ini untuk sementara gedung tersebut
digunakan sebagai Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten
Siak.
Wisata
Bahari di Kabupaten Siak yaitu Danau Pulau Besar terletak di Desa
Zamrud, Kecamatan Siak Sri Indrapura, dengan luas sekitar 28.000 Ha, dan
Danau Naga di Sungai Apit. Danau Bawah dan Danau Pulau Besar terletak dekat
lapangan minyak Zamrud, Kecamatan Siak, memiliki panorama indah yang
mengagumkan dan menarik. Di sekitar danau masih ditemukan hutan yang masih
asli. Kondisi danau maupun hutan di sekitar danau berstatus Suaka Marga Satwa
yang luasnya mencapai 2.500 hektar, dimana masih terdapat berbagai aneka
jenis satwa dan tumbuhan langka. Sumber daya hayati yang terdapat di danau
ini seperti pinang merah, ikan arwana dan ikan Balido yang termasuk
dilindungi. Keanekaragaman jenis satwa liar di Suaka Marga Satwa danau Pulau
Besar dan danau Bawah merupakan kekayaan tersendiri sebagai objek wisata
tirta di Riau Daratan.
Wisata
Sungai dan Wisata Agro di kabupaten Siak adalah kawasan sepanjang
Sungai Siak dan Sungai Mempura. Untuk menikmati wisata sungai kita dapat
menggunakan transportasi berupa sampan. Disepanjang tepian sungai dapat pula
kita menyaksikan deretan pohon-pohon sawit yang tertata rapi ditanam,
menambah sejuknya suasana saat kita melintasi kawasan ini.
Taman
Hutan Raya Sultan Syarif Qasyim terletak di Minas yaitu : Cagar Alam
Giam Siak kecil di sungai Mandau, Cagar Alam dan Satwa Tasik Belat di Sungai
Apit kawasan Cagar Alam Danau Pulau Besar.
Monumen
Pompa Angguk terletak di Minas. Minas terkenal dengan hasil buminya
yaitu minyak bumi yang menjadi standard terbaik dunia. Minas merupakan daerah
pengeboran minyak pertama untuk daerah Riau, dan pompa minyak pertama itu
sekarang tidak beroperasi lagi karena minyaknya telah kering. Penetapan
lokasi sumur minyak ini dilakukan pada bulan Maret 1941 dan pengeboran sumur
dimulai pada tanggal 10 Desember 1944 dengan kedalaman sumur 800 m. Merk
pompa yang digunakan adalah Lufkin. Pompa tersebut saat ini dijadikan monumen
sejarah perminyakan di Propinsi Riau, berdiri megah di kota Minas dan terus mengangguk setiap
saat.
Kompleks
Makam Kototinggi terletak di sebelah timur Istana Siak. Makam-makan
yang ada didalam kompleks ini seperti makam Sultan Syarif Hasyim dan
ayahandanya beserta keluarga dan kerabat kerajaan lainnya. Kompleks makam ini
berukuran 15 x 15 meter persegi. Nisan dari makam yang terdapat di sini
semuanya berukiran sangat rumit dan indah terbuat dari kayu dan marmer. Di
samping makam ini terletak makam pahlawan (Taman Bahagia Siak).
Bangunan
Peninggalan Belanda terdapat di kelurahan Benteng Hilir. Bangunan
Peninggalan Belanda ini berupa bekas rumah dan kantor Belanda yang saat ini
sudah dimakan usia dan memerlukan pemeliharaan yang khusus, demikian pula di
Benteng Hulu terdapat bangunan tangki militer Belanda yang saat ini sedang
dilakukan pemugaran dan perbaikan sesuai dengan aslinya.
Kapal
Kato adalah sebuah kapal besi dengan bahan bakar batu bara dimiliki
oleh Sultan Siak dan selalu dinaikinya pada saat berkunjung ke daerah-daerah
kekuasaannya. Kapal ini berukuran panjang 12 m dengan berat 15 ton terletak
di pinggir Sungai Siak merupakan sosok monumen bersejarah yang dapat
dikenang.***
|
Pusat Kerajaan ‘’Siak Sri
Inderapura’’
|
oleh
Tuanku Luckman Sinar Basarsyah II SH
Prakata
Kerajaan Siak adalah kerajaan Melayu Pesisir (Maritim) di tepi lalu-lintas ramai Selat Melaka dari Barat ke Timur Jauh. Sudah menjadi tradisi Kerajaan Melayu mendirikan pusat pemerintahan di dekat Muara atau di tepi sungai besar (Istana Raja) yang selalu menjadi Bandar utama kerajaan itu.Tetapi acapkali pusat pemerintahan (Istana Raja) itu berpindah karena disebabkan penyerangan musuh (peperangan), selalu terkena air bah atau oleh karena strategi perdagangan yang lebih menguntungkan. Hal ini dapat kita telusuri jika seorang Raja yang mangkat disebut selalu nama tempat mangkatnya (‘’Marhom Mangkat di...’’), yang tentu dimakamkan di tempat kedudukan istananya. Jika batu nisan Raja itu dibina, maka akan tertulis di situ tahun mangkatnya pula (Tahun Hijrah). Dengan demikian bisa ditelusuri berapa orang dan berapa lama raja-raja memerintah bermukim di tempat itu. Memang menentukan secara pasti tanggal, bulan, tahun berdirinya pusat pemerintahan di tempat itu sangat sulit, karena kebiasaan kita tidak memacakkan Prasasti seperti halnya di negeri Eropah. Saya telah berkali-kali menjadi Panitia Hari Lahir seperti Kota Medan, Kota Binjei, Kota Pematang Siantar, Kabupaten Langkat, Kabupaten Deli-Serdang, Kota Banda Aceh Darussalam dan lain-lain. Masing-masing dengan spesifik keunikannya tersendiri. Misalnya: Hari Lahir kota Medan, saya ambil dari ‘’Riwayat Hamparan Perak’’ dengan pendiri Guru Patimpus Sembiring tanggalnya 1 Juli dan lahirnya Gemeente Medan oleh Hindia Belanda tahunnya dari batu nisan Imam Shaddik bin Abdullah 1590 M, dekat Medan - bulannya berdasarkan adat Karo ‘’Manteki Kuta’’ mendirikan huma. Ulang tahun kota Binjei, ketika gerilyawan Datuk Kecil mendirikan benteng melawan Belanda di situ 1872. Ultah Kota Siantar tahun mangkatnya Raja Siantar Sang Nahualu dalam pembuangan di Bengkalis. Mengenai Siak ini harus kita telusuri pula sejarah kerajaan Siak. Nama Siak Dalam Catatan Sejarah
·
Nama ‘’SIYAK’’ di dalam ‘’Negarakertagama’’
karangan Empu Prapanca mengenai negeri-negeri yang ditaklukkan Majapahit 1360
M. Tidak disebutkan nama tempat kedudukan Rajanya.
·
Di dalam peta Cina ‘’WU-PEI-SHU’’ (abad ke-15
M). Ini adalah kumpulan berbagai peta-peta Cina sejak zaman Ming dinasti yang
armadanya dipimpin oleh LAKSEMANA MA CHENG HO (Zeng He) dan dibuat petanya
oleh asistennya bernama MA HUAN (Ying-yai-Sheng-Lan) mengunjungi
negeri-negeri di sekitar Selat Nelaka (1412-1419-1421-1423-1431-1451 M). Peta
mereka dari arah Barat pulang ke Cina mengharungi Selat Melaka hanya mencatat
Pulau Karimun. Dari sini kapal mereka menyeberang ke pesisir Malaya terus ke Melaka dan Singapura (Tumasik) baru ke
laut Cina Selatan. Dari sini bisa pecah dua, bisa menuju MALAYU (Jambi) dan
SRIWIJAYA (Palembang).
Memang Pulau Karimun dalam sejarah kuno ternyata sangat penting di situ, ada
terdapat inskripsi aksara nagari 700-900 Saka berbunyi: -Mahayanika
Galayantritacri Gautama cripadah- Tetapi tidak terdapat nama SIAK ataupun
mungkin belum merupakan Bandar utama yang perlu disinggahi.
·
ZAMAN KERAJAAN MELAKA. Pada zaman pemerintahan
Sultan Mansyursyah (1458-1477 M) raja Siak yang masih beragama Hindu bernama
MAHARAJA PERMAISURA asal Pagarruyung diserang oleh Melaka dan rajanya
dibunuh. Tetapi negeri Siak itu dibenarkan terus diperintah oleh putera
raja yang terbunuh itu. Raja baru itu, MEGAT KUDU, lalu di-Islam-kan dan
takluk ke Melaka dan diberi gelar SULTAN IBRAHIM. Ia dikawinkan dengan
puteri Sultan Mansyursyah, (Raja Dewi) dan dari perkawinan ini nanti lahirlah
RAJA ABDULLAH yang kemudian bergelar SULTAN KHOJA AHMADSYAH Siak. Di dalam
‘’SEJARAH MELAYU’’ Cerita ke-26 dikisahkan bahwa Raja Siak menghukum bunuh
seorang rakyatnya tanpa memberitahukan ke Melaka. Sultan Alauddin Riayatsyah
I Melaka mengirim Laksemana Hang Tuah ke Siak dan memaki bendahara Siak, TUN
JANA PAKIBUL kurang ajar tidak melaporkan hal ini ke Melaka. Masa
pemerintahan Sultan Alauddin Riayatsyah I ialah (1477 mangkat 1488: Marhom Berdarah
Putih). Pertengahan abad ke-15 M SIAK mulai Islam. Juga di sini
tidak disebutkan dimana ibukota Siak itu.
Sultan Ibrahim Siak mangkat digantikan puteranya RAJA ABDULLAH yang di gelar oleh Sultan Mahmudsyah Melaka, SULTAN KHOJA AHMADSYAH.
·
CATATAN PORTUGIS. Kita ambil dari tulisan
orang Portugis EMANUEL GODINHO DE EREDIA sudah terkenal nama ‘’BENCALIS’’
(Bengkalis) sebagai penghasilan ikan terubuk begitu juga ‘’SYACA’’ dan
‘’ARACAN’’ (Rokan). Dicatat bahwa Bandar ‘’ANDRIQUIR’’ (Indragiri), ‘’CAMPAR’’,
‘’SIACA’’, ‘’BENCALIS’’ semua menghasilkan lada hitam yang di export kepada
orang Portugis di Melaka. Kampar juga merupakan Bandar export emas
dari Minangkabau dan disana ditempatkan
‘’Xabandar’’ (Syahbandar) bernama ‘’Chiay Chetin’’ oleh Sultan Melaka. Raja
Kampar menjadi kaya karena export emas dari Minangkabau.
Bengkalis yang manghasilkan terubuk yang dijual ke Melaka adalah kedudukan dari Syahbandar yang diangkat oleh Raja Johor di Batusawar karena tempat ini dijadikan daerah langsung kerajaannya. Pada tanggal 23-10-1526 Laksemana Portugis PEDRO MASCAR ENHAS membawa armada Portugis 20 buah kapal perang berisi 1150 serdadu menghancurkan benteng Kerajaan Siak di Bengkalis, Benteng inilah yang menjaga agar musuh jangan bisa masuk sungai Siak. Dimana istana Raja? Pada bulan Nopember 1609 RAJA BONGSU (Sultan Abdullah) dari Johor meminta bantuan Belanda agar mengusir Portugis. Tetapi karena ketakutan maka Kapten Benteng Portugis di Melaka meminta jasa baik RAJA HASAN (adik Sultan Siak) yang puterinya kawin dengan Sultan Johor, sehingga Gubernur Portugis di Melaka itu berhasil berdamai dengan Johor. Nyata kini bahwa Bengkalis tidak lagi tunduk di bawah Siak. Dimana ibukota Siak?.
·
DARI CATATAN VOC ABAD KE-17 M. Dengan bantuan
Imperium Johor-Riau, maka Belanda dapat merebut benteng Portugis A Famosa di
Melaka pada tanggal 14 Januari 1641. Menurut laporan Belanda, Raja Siak, Raja
Rokan, Raja Inderagiri dan Rengat Bengkalis dan Kampar bersahabat dengan
Belanda karena perdagangan mereka tergantung dengan Belanda, meskipun mereka
diam-diam terus melakukan penyerangan bajak laut terhadap kapal Belanda.
Belanda mendapat Hak Monopoli timah di Siak dari Imperium Johor-Riau (Sultan
Mahmudsyah-II: 1675 - akhir Agustus 1699 M).
Pada tahun 1678 Bengkalis sangat ramai dengan perdagangan terutama timah, sehingga Belanda menempatkan kapal perang dimuara sungai Siak dan kapal-kapal asing yang datang berdagang lalu di seret supaya pergi ke Melaka berdagang dengan VOC di sana. Di jangka sejak awal abad ke-18 M. punahlah turunan dinasti MEGAT KUDU memerintah di Siak. Dimana ibukota Siak?
·
SIAK ‘’SRI INDERAPURA’’
1. RAJA KECIL
(Sultan Abduljalil Rahmatsyah) menjadi Sultan Imperium Riau-Johor (1717-1721
M). Kemudian ia menjadi RAJA SIAK (1723-1740 M). Baginda di gelar ‘’MARHOM
BUANTAN’’. Jadi istana/ ibukota Siak adalah di Buantan (Siak di hilir Sungai
Siak). Itulah awal lahir nama ‘’SIAK SRI INDERAPURA’’.
2. RAJA BUANG
(Sultan Muhammad Abdul Jalil Jalaluddin Syah)m.m. 1740-1760. Bergelar marhom
‘’MEMPURA BESAR’’. Ibukota Siak di Mempura Besar atau dekat sungai Buatan.
Perlu di ketahui bahwa sejak Raja Kecil tersingkir dari tahta Imperium Melayu
Riau-Johor diusir 5 orang Daeng Bugis bersaudara maka naik tahta disana
Sultan Sulaimansyah (dari dinasti Bendahara Melaka) yang ‘’menyerahkan’’ Siak
kepada VOC belanda pada tahun 1745. Dengan mangkatnya Raja Kecil di Siak,
terjadilah perang saudara diantara puteranya RAJA ALAM dengan RAJA MUHAMMAD.
Karena mendapat restu dari Sultan Sulaimansyah Riau-Johor ditahun 1745 itu,
maka VOC membuat benteng Belanda di Pulau Gontong (1755) di muara Sungai
Siak. Belanda mengusir Raja Alam dan menaikkan Raja Muhammad menjadi Sultan
Muhammad Abd. Jalil Jalaluddinsyah Raja Siak. Karena Belanda mencurigainya
membantu bajak laut menyerang kapal dagang Belanda, maka VOC berbalik membuat
kesepakatan dengan Raja Alam untuk mengusir Sultan Muhammad. Ketika berita
ini tercium, maka Sultan Muhammad menyerang benteng Belanda di Pulau Gontong
6-11-1759 dimana 65 orang serdadu Belanda tewas. Ketika
Sultan Muhammad mangkat 23-11-176o dibuatlah perjanjian VOC dengan Raja Alam
16-1-1761. Tanggal 17-6-1761 tentera Belanda dari Melaka merebut benteng
Pulau Gontong dan sekaligus merebut juga istana Siak di Mempura dan mengu sir
keluarga Sultan Muhammad lari ke Pelalawan.
3. RAJA ISMAIL
(Sultan Ismail Abd Jalil Jalaluddinsyah)m.m. 1760-11761 dan 1779-1781.
Baginda adalah putera dari Sultan Muhammad (Raja Buang). Kemudian
disingkirkan oleh Belanda dan mengungsi ke Pelalawan.
4. RAJA
ALAM(Sultan Abduljalil Alamuddin) m.m. 1761-1766. Istana/ Ibukota Siak di
Senapalan (Pekanbaru) di gelar ‘’Marhom Bukit’’.
5. TENGKU MHOD ALI
(Sultan Mhod Ali Abd Jalil Muazzamsyah) m.m. 1766-1779 Baginda
mendirikan kota
Pekanbaru dan setelah mangkat bergelar’’ Marhom Pekan’’. Pada bulan Agustus
1779 RAJA ISMAIL merebut Siak kembali dan Sultan Mohd. Ali takluk dan
diangkat menjadi RAJA MUDA SIAK. Kesepakatan ini diakui Belanda.
6. TENGKU SULONG
YAHYA bin Sultan Ismail (Sultan Yahya Abd. Jalil Muzaffarsyah) m.m.
1782-1784. Karena dibawah umur baginda dipangku oleh Raja Muda Mohd. Ali,
selama 3 tahun. Kakak perempuannya kawin dengan Habib Umar Alsagaf. Baginda
berniat untuk menyerang Asahan dan Batubara yang membangkang terhadap
kekuasaan Siak, tetapi terhalang karena besarnya komflik sesama di Siak.
SultanYahya dan SAID Ali sama-sama mengambil sebagai isteriputeri-puteri dari
Tengku Musa (paman dari Sultan Yahya). Said Ali lalu diangkat menjadi
penguasa daerah Bukit
Batu, tetapi Said Ali lalu berkomplot dengan para Orang Besar Siak dan
merebut tahta dan mengusir Sultan Yahya ke Trengganu, dan mangkat
disana 1784 disebut ‘’Marhom Dungun’’.
7. SAID ALI
(Sultan Assaydis Syarif Ali Abduljalil Syaifuddin) m.m 1791-1811 bergelar
‘’Marhom Kota Tinggi’’. Istana/ ibukota Siak di Siak sekarang. Pada masanya
ditaklukkan Langkat, Serdang, Deli, Asahan, Batubara, Temiang dan Panai serta
Bilah.
8. SAID IBRAHIM
(Sultan Assaydis Syarif Ibrahim Abd. Jalil Khaliluddin) m.m 1811-1827,
bergelar ‘’Marhom Pura Kecil’’. Dalam tahun 1823 tgl. 21 Maret, utusan
pemerintah Inggeris dari Penang (John
Anderson) mengunjungi Siak. Ditulisnya dalam bukunya:‘’Beyond this (Buantan
fort), about 10 miles, is the city of Siack, Sri Inderapura, situated on the
sides of the river : a large and populous town, where the King resides’’ (p.
338).(Selewat benteng Buantan, kira-kira 10 mil, ditemuilah Kota Siak, Sri
Inderapura, terletak di kiri dan di kanan sungai: Sebuah kota yang besar dan
banyak penduduknya, dimana Raja berdiam). Tetapi tidak lama memerintah Sultan
Ibrahim ini dijatuh kan
para Orang Besar dengan alasan ‘’gila karena kecanduan narkotika’’.
9. SAID ISMAIL
(Sultan Assaydis Syarif Ismail Abd. Jalil Syaifuddin) m.m. 1827-1865. Gelar
setelah mangkat ‘’Marhom Inderapura’’. (Siak sekarang). Dia ini bukan putera
dari Sultan Said Ibrahim tetapi putera dari Tengku Muhammad (menantu
Sultan Said Ali). Selama masih di bawah umur dipangku oleh ayahandanya
sendiri sampai tahun 1840. masa pemerintahan Siak dalam suasana anarchis
hampir runtuh. untuk mempertahankan tahtanya ia minta bantuan seorang
petualang bangsa Inggeris bernama WILSON.
Tetapi ternyata Wilson
menguasai Bengkalis dan lalu mengusir Sultan Ismail ini, sehingga karena
terdesak ia minta bantuan Hindia Belanda. Belanda lalu mengusir Wilson (dan kemudian
juga petualang Carnie) dan sebagai balas jasa Siak takluk kepada Hindia
Belanda dengan ditandatanganinya ‘’Traktat Siak’’ 1-2-1858. Raja Muda Tengku
Putera bersekutu dengan para Orang Besar Siak tidak puas dengan makin
besarnya kuasa Belanda lalu berkomplot mengusir Belanda dari Siak. Belanda
dapat mengusir Tengku Putera dan sekaligus pada tanggal 16-9-1864 menjatuhkan
Sultan Said Ismail dari tahtanya.
10.SAID KASIM
(Sultan Assayidis Syarif Kasim Abd. JalilSyaifuddin) m.m. 1864-1889. dialah
yang membuat Mahkota emas yang indah itu sehingga ketika mangkat bergelar
‘’Marhom Mahkota’’. Sultan Said Kasim membenarkan ex-Sultan Ismail berdiam
kembali di Siak. Baginda juga merehabilitir Tengku Putera dan dijadikan
TENGKU MANGKUBUMI. Ibukota dan istana tetap di Siak sekarang. Zamannya
Sumatera Timur lepas dari Siak dibayar dengan ganti rugi oleh Pemerintah
Hindia Belanda.
11.TENGKU PUTERA
SAID HASIM (Sultan Assayidis Syarif HasimAbd Jalil Syaifuddin) m.m. 1889-1908.
Gelar ‘’Marhom Baginda’’.
12.TENGKU SAID
KASIM (Sultan Assayidis Syarif Kasim-II Abd.Jalil Syaifuddin) m.m. 1908-1946.
Kesultanan dihapuskan oleh Revolusi Sosial 3 Maret 1946.
KESIMPULAN
REPERENSI
1. Kronik
Majapahit ‘’Nagarakertama’’ karangan Mpu Prapanca
(1365 M)
2. Peta
Cina terkumpul di dalam ‘’Wu-Pei-Pi-Shu’’ (1451 M).
3. ‘’Sejarah
Melayu’’ kumpulan Belanda Tun Sri Lanang Melaka
(abad ke-16).
4. Emanuel
Gadinho de Erdia dalam ‘’Declaracam de Malacca e India
Meridional Com o Cathay’’ (1613).
5. W.H.M. Schadee, ‘’Geschiedenis van Sumatra’s Oostkust, Deel I
dan II Amsterdam 1918.
6. John
Anderson, ‘’Mission to the Eastcoast of Sumatra’’ (1826).
7. H.T.S.
Umar Muhammad/ Tenas Effendy/ T. Razak Jaafar:
‘’Silsilah Keturunan Raja-raja Kerajaan Siak Sri Inderapura dan Kerajaan Pelalawan’’ (Pekanbaru 1987)
8. Muhammad
Yusoff Hashim, ‘’Hikayat Siak’’, DBP K.L. 1992.
9. Tengku
Luckman Sinar, SH. : ‘’Sari Sejarah Serdang’’ (1971).
10. J.V.
Mills dalam JMBRAS Vol. X, Pt.I, 1888.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar